Sembari mengangkut tas ia menghela napasnya. Sebentar
lagi ia akan pergi kembali menuju rutinitas. “Perhatian, diberitahukan kepada
penumpang pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 88, tujuan Amsterdam,
harap segera menuju ruang tunggu, terimakasih.” Tergesa-gesa ia berlari menuju Gate 2 membawa koper dan ranselnya.
***
Hari itu, ia kembali memikirkan sesuatu yang beberapa
tahun ini selalu mengganggunya. Masih segar dalam ingatannya kejadian 3 hari
lalu.
“Nak, bagaimana kuliahmu disana? Aman saja? Apa ada kendala?”
“Nggak, pak.”
“Oh, syukurlah. Kalau begitu segera selesaikan, ya.
Bapak bukannya ingin membuatmu merasa terbebani, tapi ini sudah hampir 6 tahun
kamu disana. Bapak khawatir, nak. Belum lagi usiamu semakin bertambah. Apa
tidak seharusnya kamu bersegera untuk menamatkan dan melanjutkan aspek
kehidupanmu yang lainnya?”
Ia terdiam sejenak, menatap lantai yang seolah-olah menatap iba padanya.
“Iya, pak. Aku usahain lulus tahun ini. Semoga tidak ada kendala, doakan saja ya.”
“Bapak selalu mendoakan kamu. Kalau memang kamu ada
kemauan dan tekad yang kuat pasti akan selalu ada jalan, nak. Percayalah. Bapak
percaya sama kamu, apapun yang ingin kamu kejar dan ingin kamu capai, Bapak
pasti akan selalu mendukung.”
“Terimakasih, pak.”, Ia mengangguk kemudian beranjak
dari tempat ia berdiri.
“Nak, gimana kehidupanmu disana? Sudah ada yang memikat hati belum? Atau sudah punya pilihan yang mantap?”, tanya Ibu yang sedang menyiapkan makan malam.
“Eh... Apa sih, Bu. Belum ada kok. Lagian aku juga mau
fokus kuliah dulu, nggak ada waktu buat ngurusin yang gitu-gitu.”, tegasnya.
“Lho, ya jangan begitu, nak. Bukannya apa-apa. Kamu itu, kalau menurut umur sudah cukup untuk memikirkan hal-hal seperti itu. Dari sekarang harus sudah mencari. Namanya usaha, mencicil. Siapa tahu bertemu sosok yang pantas untuk kamu jadikan pasangan hidup.” ujar Ibu dengan nada bercanda.
“Nanti saja, Bu. Lagipula akan ada saatnya. Aku yakin akan mantap untuk serius dulu pada masa depanku.”, ucapnya sambil tertawa masam.
“Pasangan itu juga termasuk masa depanmu, nak. Jangan
pula kamu anggap sepele. Ibu hanya mengingatkan.”
***
Berat rasanya ketika hidup yang dijalani menjadi
sebuah pengharapan bagi orang lain. Apalagi orang yang kau cinta. Berbagai
macam ekspektasi yang diangankan kemudian berubah menjadi suatu beban yang
dipikul.
Ia kemudian berpikir, apa yang sebenarnya ia cari.
Pendidikan yang saat ini ia tempuh, ia sadari bahwa mungkin bukanlah yang
sebenarnya ia inginkan. Bahkan durasi waktu yang ditempuh untuk menyelesaikan
nya bukan pula yang ia inginkan; tak pernah terbayangkan sebelumnya.
“Attention please, dear passenger, ....” Pengumuman
lepas landas yang terdengar nyaring itu membuat lamunannya terpecah. Sambil
bergegas lari ia masuk menuju Gate 2. Terlihat muram ia menyusuri bridge, melewati pintu pesawat, berjalan di lorong, dan menaruh barang-barangnya di dalam kabin. 23A. Ia menghela napas
untuk yang kesekian kalinya, namun kali ini dihela kuat-kuat, sangat dalam. Di
tengah-tengah perjalanan dari Jakarta menuju Amsterdam, lantas ia berpikir
ulang: "Apa yang sebenarnya dicari dalam hidup ini?"
Comments
Post a Comment